Cicalengka-Kab.Bandung, Lab.AdBos. (Adhebomas-Sakokasra). Pada acara diskusi podcast tentang Usaha Sukses Plus Organik, 29 September 2025, Wito Banaran KBN, S.H., Aktivis & Pengamat Lingkungan, Peternakan Organik, Pengawasan Pajak & Korupsi, serta Ketua DPW GNP TIPIKOR Provinsi Jawa Timur ini menyatakan bahwa unggas organik dari ayam lokal, prospek peternakan unggul. Mengutip tulisan M.H. Abbas, dari Fakultas Peternakan Universitas Andalas yang memaparlan bahwa inovasi teknologi tentang integrated farming system secara parsial dari berbagai komoditi sudah cukup banyak diperkenalkan, dan dilaporkan dapat meningkatkan produktivitas ternak dan lahan, tenaga kerja, hasil dan kesejahteraan petani, namun implementasinya di lapangan dirasakan masih sangat terbatas. Khusus dibidang peternakan, pertanian terpadu yang telah banyak diwacanakan ialah padi-ikan-ayam, sapi-jagung/tebu-cacing, sampah–cacing– ayam, sapi-biogas-kompos-padi/jagung atau hortikultura dan bentuk diversifikasi lainnya.

Menghadapi era organic poultry, sebenarnya ayam buras dapat diandalkan oleh Indonesia sebab ayam buras mempunyai banyak kelebihan yang menurut Harjosworo dan Prasetyo (2009); a) memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan setempat yang tinggi, b) toleran terhadap pakan berkualitas rendah, c) lebih toleran terhadap beberapa penyakit, terutama parasit. Beberapa kelemahan; a) komposisi genetik meng- hasilkan produktivitas rendah, b) belum ada jenjang bibit yang jelas, seperti ayam ras, c) belum ada sistem pembibitan yang memadai.

Merespon Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK), Departemen Pertanian telah menentukan prioritas prospek dan arah kebijakan pengembangan komoditas peternakan; unggas (ayam ras, kampung, dan itik); sapi (sapi potong, sapi perah dan kerbau); serta kambing dan domba. Program ini dimaksudkan dalam rangka mengantisipasi kebutuhan antara lain; a) mewujudkan ketahanan pangan hewani yang ASUH, b) mengembangkan agribisnis untuk mengurangi impor dan merebut peluang ekspor, c) mewujudkan usaha tani yang tangguh bagi kesejahteraan petani/peternak, d) menyediakan ternak untuk keperluan sosial budaya dan e) pengembangan agrowisata dan hobi.

Melalui integrated farming unggas organik bagi peternak kecil, bisa me manfaatkan bahan pakan dilingkungan/ sekitar petani, limbah non konvensional; cacing tanah, keong, bekicot limbah perkebunan, ternak besar (isi rumen), kehutanan, dan lainnya yang cukup bergizi, tinggal bagaimana mengolah dan mem- formulasikan untuk ransum dengan harga terjangkau.

Pemeliharaan ayam lokal sudah semestinya dikandangkan, memenuhi syarat biosekuriti, divaksin, higienis, dengan bahan pakan di sekitar pekarangan dan tepung ikan tanpa pengolahan secara kimiawi. Dalam pengembangan ayam ras semua kegiatan telah difasilitasi oleh swasta sejak pembibitan, pakan, obat-obatan dan pemasaran, sedangkan untuk ayam lokal fasilitas belum selengkap dan sebaik itu, terutama bibit, manajemen, perkandangan, pakan dan permodalan.

Dewasa ini dirasakan bahwa industri perunggasan penting dikembangkan di Indonesia, karena melibatkan banyak tenaga kerja, dan mendukung lebih banyak pendapatan penduduk dan dapat diusahakan dalam waktu pendek dan menyebar keseluruh pelosok. Daging dan telur cukup murah sedangkan konsumsi masih rendah, potensi suplai besar dan tren kenaikan permintaan/ demand elasticity besar hanya tergantung pendapatan. Selain itu peluang industri masih terbuka, dan diperkirakan dewasa ini melibatkan lima juta peternak dengan 10 juta tanggungan jiwa.

Perkembangan industri unggas Indonesia sebenarnya sudah didukung oleh berbagai fasilitas, tumbuh dan berkembangnya usaha pembibitan (breeding farm), industri pakan bertaraf internasional, industri obat-obatan ternak yang telah mampu mengekspor, tersedianya teknologi budi daya. Pada beberapa industri unggas hulu-hilir juga telah menghasilkan produksi pangan olahan (nugget, sosis, fried chicken dan karkas beku). Masalah utama industri ini ialah fluktuasi ketersediaan dan mahalnya bahan pendukung yang sebagian besar impor.

Kemampuan persaingan industri unggas ditentukan oleh: penguasaan teknologi maju, rendahnya biaya makanan dan buruh, serta penguasaan sumber pakan yang bagi Indonesia hampir sebahagian besar impor sehingga kurang efisien. Terbatasnya pengembangan usaha kearah komersial oleh produsen kecil menengah disebabkan oleh; akses modal usaha, akses kepada sapronak (DOC, pakan, obat-obatan dan teknologi), di samping masalah utama pasar dan persaingan pasar dan pemasaran dengan industri hulu- hilir. **(JZN-006 /AdBos/ AIN/290925)***